Apa iya Merdeka Belajar? Murid menjadi Liar, Guru tak Berdaya

Sebuah tulisan yang dipicu dari banyaknya orang sekitar masih miskonsep tentang Merdeka Belajar
oleh: Mohdi Yulianto Prabowo, S.Pd., Gr.

Create with AI Imagined (Meta AI)

Konsep Merdeka Belajar yang digagas oleh pemerintah sering kali menjadi topik perdebatan hangat di masyarakat. Banyak yang mengira bahwa Merdeka Belajar akan membuat anak-anak menjadi liar, sulit diatur, dan mengurangi otoritas guru. Namun, jika dipahami dengan baik, Merdeka Belajar justru dirancang untuk menciptakan ekosistem pendidikan yang lebih inklusif, yang mendukung perkembangan karakter murid secara holistik.

Penyebab utama miskonsepsi ini adalah kurangnya pemahaman terhadap prinsip dasar Merdeka Belajar. Beberapa orang berpikir bahwa kebijakan ini memberikan kebebasan tanpa batas bagi murid untuk melakukan apa saja, termasuk melanggar aturan. Padahal, kebebasan dalam Merdeka Belajar selalu disertai tanggung jawab yang jelas, baik bagi murid maupun guru.

Salah satu pendekatan yang sering disalahpahami dalam Merdeka Belajar adalah pembelajaran berdiferensiasi. Pendekatan ini bertujuan untuk menyesuaikan proses pembelajaran dengan kebutuhan, minat, dan kesiapan murid. Namun, banyak yang keliru mengartikannya sebagai upaya memenuhi semua keinginan murid tanpa batas. Akibatnya, muncul anggapan bahwa guru harus menuruti semua permintaan murid, bahkan jika itu tidak relevan dengan tujuan pembelajaran.

Faktanya, pembelajaran berdiferensiasi adalah bentuk tanggung jawab profesional guru untuk memastikan bahwa semua murid memiliki kesempatan belajar yang setara. Guru tetap menjadi pengarah utama dalam pembelajaran, memberikan struktur yang mendukung, dan memastikan murid mencapai kompetensi yang diharapkan. Dengan kata lain, pembelajaran berdiferensiasi tidak berarti menghilangkan peran guru sebagai pemimpin kelas.

Dalam hal pengelolaan kelas, Diane Gossen memperkenalkan lima posisi kontrol guru yang relevan untuk dipahami dalam konteks Merdeka Belajar. Posisi ini meliputi Penghukum, Pembuat Rasa Bersalah, Teman, Pemantau, dan Manajer. Masing-masing posisi memiliki pendekatan yang berbeda dalam menangani perilaku murid, dengan dampak positif dan negatif yang beragam.

Posisi Penghukum, misalnya, mengandalkan hukuman fisik atau verbal untuk mengontrol murid. Pendekatan ini sering kali menimbulkan rasa takut pada murid, tetapi tidak memberikan pembelajaran bermakna tentang tanggung jawab. Sebaliknya, posisi Manajer adalah yang paling ideal dalam kerangka Merdeka Belajar, karena berfokus pada kolaborasi dan pengembangan motivasi intrinsik murid.

This image has an empty alt attribute; its file name is PHOTO-2024-12-20-15-05-05-1024x1024.jpg
Create with AI Imagined (Meta AI)

Sebagai Manajer, guru berperan sebagai fasilitator yang membantu murid memahami dampak dari tindakan mereka, mencari solusi bersama, dan memperbaiki kesalahan. Posisi ini sejalan dengan prinsip pembelajaran berdiferensiasi, di mana murid dilibatkan secara aktif dalam proses belajar dan diberi ruang untuk berkembang sesuai potensinya. Guru tetap menjaga otoritasnya, tetapi dengan pendekatan yang lebih inklusif dan mendidik.

Miskonsepsi bahwa Merdeka Belajar membuat anak menjadi liar juga sering kali disebabkan oleh kekhawatiran tentang disiplin. Banyak yang beranggapan bahwa disiplin positif, salah satu komponen kunci dari Merdeka Belajar, berarti menghilangkan aturan dan konsekuensi. Padahal, disiplin positif justru menekankan pentingnya konsekuensi logis dan restitusi, di mana murid belajar memperbaiki kesalahan mereka dengan cara yang bermakna.

Restitusi, sebagai bagian dari disiplin positif, membantu murid memahami bahwa setiap tindakan memiliki dampak dan mereka bertanggung jawab untuk memperbaikinya. Ini berbeda dengan hukuman tradisional yang hanya menimbulkan rasa takut tanpa memberikan pemahaman mendalam. Melalui restitusi, murid tidak hanya belajar disiplin, tetapi juga mengembangkan karakter yang bertanggung jawab dan mandiri.

Dalam pembelajaran berdiferensiasi, guru tidak hanya berperan sebagai pemimpin, tetapi juga sebagai pengamat dan pendukung. Guru mengamati kebutuhan murid, memberikan umpan balik yang konstruktif, dan menciptakan lingkungan belajar yang inklusif. Posisi ini memungkinkan guru untuk mengarahkan murid menuju pencapaian tujuan pembelajaran tanpa kehilangan kontrol.

Namun, penting untuk dicatat bahwa fleksibilitas dalam pembelajaran berdiferensiasi tidak berarti menyerahkan seluruh kendali kepada murid. Guru tetap harus menetapkan batasan yang jelas dan memastikan bahwa kebebasan yang diberikan selalu diimbangi dengan tanggung jawab. Dengan demikian, Merdeka Belajar tidak akan menciptakan anak yang liar, melainkan generasi pembelajar yang mandiri dan bertanggung jawab.

Guru juga dapat berperan dalam mengajak orang tua dan masyarakat untuk lebih memahami prinsip-prinsip Merdeka Belajar, dengan cara yang lebih kolaboratif. Melalui workshop, diskusi, atau komunikasi terbuka, guru dan orang tua dapat saling berbagi pemahaman mengenai tujuan dan manfaat pendekatan ini. Dengan keterlibatan semua pihak, kita dapat menciptakan ekosistem pendidikan yang lebih mendukung dan berkelanjutan, di mana setiap orang merasa dihargai dan berperan penting dalam perkembangan anak.

Akhirnya, penting bagi kita semua untuk meluruskan persepsi tentang Merdeka Belajar. Konsep ini bukan tentang membebaskan anak dari tanggung jawab atau melemahkan peran guru, melainkan tentang menciptakan pendidikan yang inklusif, mendidik, dan bermakna. Dengan memahami prinsip-prinsip yang mendasarinya, kita dapat menciptakan generasi yang tidak hanya cerdas, tetapi juga bertanggung jawab dan bermoral.

Create with AI Imagined (Meta AI)

Referensi:
1. https://gtk.kemdikbud.go.id/read-news/apakah-yang-dimaksud-dengan-murid-merdeka-belajar
2. Modul Pendidikan Guru Penggerak

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top